Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Tajen di Bali Tidak Bisa dimusnahkan?

Akriko.com - Halo semetons, sepertinya semua orang sudah pernah dengar kata tajen, karena tajen ini sudah ada sejak dahulu kala terutama di Bali dan hampir sebagian besar lelaki di Bali suka tajen baik dari yang muda maupun tua.

Mengapa Tajen di Bali Tidak Bisa dimusnahkan?


“Cok.. cok.. Gasal..gasal..gasal.,” dua kata paling banyak terdengar. Sebagian lagi mengucapkan beberapa jenis taruhan lain seperti, kangin, kauh, dapang, dan lainnya. Istilah-istilah yang untuk orang awam tak bisa dipahami dengan cepat.

Semua istilah taruhan itu berarti berbeda. Jika skalanya 100, maka untuk taruhan jenis cok adalah perbandingan 75:100. Jika memilih ini jika menang mendapat bagian 75, dan yang kalah harus membayar 100 bagian atau penuh. Ini bisa dipilih jika si ayam diketahui sering menang sehingga diberikan pur.

Sementara gasal adalah taruhan dengan perbandingan 80:100 dan dapang 90:100. Ada juga yang berteriak “kangin” atau “kauh”, artinya jenis taruhan yang seimbang, dengan perbandingan 50:50. Kalah atau memang mendapat bagian yang sama. Kangin (timur) dan kauh (barat) merujuk arah sudut ayam yang diadu.

Anehnya, walau terkesan rumit, setiap petaruh sangat mudah mencari lawan taruhan. Bahkan, kesepakatan ini terjadi sangat singkat, beberapa detik saja sesaat ayam mulai diadu. 

Tak ada sedikit pun keributan atau perang mulut ketika sepasang ayam usai beradu. Petaruh yang kalah dengan cepat menyelesaikan kewajibannya pada lawan tanpa basa-basi atau protes seperti pemain sepak bola di lapangan.

Tajen adalah soal insting. Kalau memang suka pasti cepat memahami dan menikmatinya. Para pemilik ayam menggunakan waktu selam 30 menit sebelum pertandingan mencari calon lawan yang sepadan.

Pemilik atau pengadu mencoba memegang ayam calon lawannya, mengelus bulunya, memegang paha, pinggul, dan lainnya untuk mengetahui apakah sepadan.

Ketika sejumlah pasang ayam sudah siap, babak pertarungan diawasi oleh dua orang juri yang duduk di atas sebuah panggung kecil di atas ring. Seorang juri menulis jumlah uang taruhan yang beredar di dalam ring dan seorang juri lagi sebagai pengatur waktu.

Ia memegang sebuah gong kecil (klemong) dan mengawasi sebuah pengukur waktu khas tajen. Terbuat dari bilah kulit kelapa (ceeng) yang dilubangi.

Ada dua jenis taruhan uang dalam tajen. Taruhan di dalam artinya para penjudi kakap yang sudah merencanakan jumlah uang yang sangat besar. Dalam tajen ini, terlihat puluhan orang yang menyodorkan bergepok-gepok uang untuk ditaruhkan.

Sementara taruhan di luar ring adalah mereka yang meneriakkan jenis taruhan untuk mencari lawan sendiri. Seperti cok, gasal, dan lainnya itu.

Selain juri, juga ada sepasang wasit atau saya yang bertugas mengadu atau memisahkan ayam saat bertanding. Mereka juga bertugas memobilisasi taruhan dengan meyakinkan petaruh bahwa ayam yang dipegangnya lah yang oke.

Para petaruh memiliki informasi yang sangat minim soal ayam yang dijagokan, tajen itu soal insting. Ia sulit mendeskripsikan pengalamannya. Tentu saja insting tak selalu membuat petaruh menang.

atraksi sabung ayam ini sangat sulit dihentikan walau disebut perjudian dan ilegal di Indonesia. Banyak orang menggantungkan penghasilan pada tajen

Selain itu tiap sudut arena tajen, ada pekerja yang sigap memasang taji, membersihkan bulu ayam mati, dan lainnya yang masing-masing mendapat upah atas jasanya.

Kenapa Tajen ini susah bahkan tidak bisa untuk dimusnahkan terutama di Bali, mungkin ada beberapa alasan dan ini adalah opini pribadi saya sebagai orang yang hidup dilingkungan yang hampir semua suka tajen, namun saya sendiri tidak terpengaruh oleh Tajen dan segala jenis judinya, jadi saya bukan bebotoh atau orang yang suka dengan Tajen.
  1. Bagian dari upacara agama, dimana dibeberapa daerah tertentu di Bali ketika ada upacara agama harus mengadakan tabuh rah yang ujung-ujungnya jadi ajang perjudian. Juga sudah menjadi bagian dari tradisi dan adat budaya Bali yang jika dimusnahkan tentu akan ada yang kurang.
  2. Regenerasi yang berkelanjutan, orang yang suka tajen adalah orang dari berbagai kalangan umur, mulai dari anak-anak, dewasa dan orang tua. Kenapa regenerasi ini terus berlanjut?  kembali karna lingkungan, orang kadang ikut suka tajen karena lingkungan. Misalnya, bapaknya suka tajen, melihara ayam banyak, nah otomatis anaknya juga otomotis suka tajen dan tidak mungkin untuk melarangnya.
  3. Penggemarnya banyak, hampir sebagian besar pria di Bali suka dan bisa bertajen, jadi mereka punya hobi yang sama dan bertemu di kalangan tajen untuk mengadu nasib mereka antara kalah dan menang itu sudah biasa bagi bebotoh. Jani kalah bin mani maan den menang, pasti keto prinsipne.
  4. Mereka punya uang untuk di bawa ke kalangan, entah itu uang hasil bekerja, hasil minjam atau yang lain, yang jelas mereka yang suka tajen selalu punya uang untuk di bawa ke kalangan.
  5. Sumber perekonomian, karena orang yang pergi ke tajen itu tidak semua untuk bertaruh atau membawa ayam aduannya, ada juga yang berjualan, makanan, minuman dan lain lain, menawarkan jasa sangih taji, jasa membersihkan ayam yang kalah (cundang). Bahkan yang mengadakan juga bekerja, misalnya bandar judi capbeki, mereka kesana untuk bekerja. Artinya banyak yang mengantungkan sumber ekonominya pada Tajen.
  6. Selain itu jika ada tajen, perputaran uang itu sangat terasa, misalnya penjual pakan ayam, obat-obatan untuk ayam, penjual guungan dan kelengkapannya dan lain-lain akan terasa sangat laku.
Nah itulah beberapa istilah yang ada pada Tajen yang saya baca di Balebengon.id dan beberapa opini saya tentang kenapa tajen susah untuk dimusnahkan di Bali.

Kriana
Kriana Saya hanya orang yang menyempatkan diri untuk menulis tentang apa saja ketika saya sempat menulis, untuk diri sendiri maupun informasi untuk orang lain

Posting Komentar untuk "Mengapa Tajen di Bali Tidak Bisa dimusnahkan?"