Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Flashback Tahun 2018, Sedih...

Halo Brosis, tidak terasa hari ini Senin, 31 Desember 2018 merupakan hari terakhir yang ada pada kalender 2018. Mungkin sudah banyak kenangan yang dialami selama tahun 2018. Hidup memang penuh dengan misteri tanpa kita tahu apa yang akan terjadi, sama halnya dengan yang sudah berlalu mungkin pada tahun 2017 lalu kita punya resolusi seperti ini dan itu pada tahun 2018, namun kadang apa yang sudah kita rencanakan tidak sesuai dengan harapan.


Begitu juga untuk memasuki tahun baru 2019 saya yakin banyak yang sudah menuliskan resolusinya untuk tahun 2019. Ada target yang harus terpenuhi di tahun baru nanti. Sebagai contoh untuk para jomblo mungkin harus sudah punya pacar di tahun 2019. Atau ada juga yang sudah lama pacaran akan menikah pada tahun 2019. Masih banyak resolusi yang lain seperti harus punya mobil di tahun 2019, punya rumah, harus lulus kuliah di tahun 2019 punya ini itu dan lain-lain.

Bagi saya resolusi itu tidak pernah ada karena saya bukan orang yang suka merencanakan sesuatu, saya lebih memilih berjalan apa adanya dan lebih suka dengan tindakan mendadak karena alasan tertentu. Saya tidak pernah menentukan resolusi saya di setiap tahunnya karena hidup saya ini datar.

Baiklah saya akan kembali mengenang apa saja yang pernah saya alami selama tahun 2018. Awal tahun sampai pertengahan tahun mungkin tidak ada hal-hal yang begitu terasa dalam hidup saya ini. Mungkin bisa saya ceritakan pada bulan Mei 2018 saya gabung menjadi driver ojek online bersama Grab untuk mencari penghasilan tambahan disela-sela waktu saat saya bosan di rumah.

Selanjutnya yang paling menyedihkan adalah pada bulan Juni 2018 saya harus kehilangan anak lelaki saya yang kedua karena penyakit yang ada pada kepalanya. Sebenarnya sejak kehamilan umur 5 bulan sudah terdeteksi ada kelainan pada kepala, sama seperti anak saya yang pertama juga laki yang lahir dengan prematur pada tahun 2017 lalu dan juga meninggal pada umur bayi 5 bulan.

Anak saya yang kedua juga kena penyakit yang sama, namun kali ini saya dan keluarga besar saya memutuskan untuk mempertahankan janin yang sudah berumur 5 bulan itu sampai menjelang masa melahirkan tiba berharap ada keajaiban nanti anak saya bisa sembuh dan menjadi bayi yang normal. Setelah mengetahui anak saya kena penyakit yang sama  maka saya beberapa kali ganti dokter dan juga mencari obat diluar obat medis.

Setelah kandungan berumur kurang lebih 9 bulan dan sudah tiba melahirkan, disana saya merasa senang, penasaran dan juga sedih bercampur aduk jadi satu. Tepatnya tanggal 11 Juni 2018, waktu itu istri saya melahirkan di rumah sakit Kertha Usada Singaraja. Berangkat dari Tamblang pagi, karena rencana melahirkan pagi hari dan waktu itu petugas disana sudah bilang kalau sudah bukaan 3.

Namun karena sesuatu saya dan istri harus cek dulu ke klinik anugerah di tempatnya dokter Mawan, karena sejak 3 bulan terakhir istri saya selalu kontrol disana. Sampai sana menunggu dokter lama sekali, istri saya sudah gak tahan dengan perutnya yang sudah mules-mules. Akhirnya dokter datang dan memeriksa istri saya. Disana debat lagi antara milih rumah sakit umum atau Kertha Usada, untuk memutuskan itu juga lumayan lama dan akhirnya kami memilih di Kerta Usada.

Setelah itu kami kembali lagi ke RS Kertha Usada yang di antar oleh adik sepupu saya, sampai disana langsung diproses untuk melahirkan cesar karena tidak mungkin untuk melahirkan normal karena kepala bayi yang besar layaknya orang dewasa, Oleh sebab itu harus ambil tindakan operasi. Menunggu dokter mawan yang akan mengambil tindakan operasi karena dokter belum datang maka harus menunggu sampai pukul 13.00 Wita.

Setelah itu akhirnya dokter Mawan datang dan segera mengambil tindakan operasi, dengan perasaan campur aduk selama menunggu hampir 1 jam, akhirnya ada kabar dari dalam ruang operasi, bahwa anak saya sudah lahir dengan jenis kelamin laki-laki, namun seperti yang sudah diketahui sebelumnya anak saya kepalanya besar dan tidak menangis saat baru lahir.

Dokter pun memanggil saya untuk masuk ke dalam ruangan, dan menanyai saya tentang tindakan apa yang harus dilakukan ke anaknya karena anak saya lahir tidak normal. Saya pun memanggil Bapak saya dan Mertua saya untuk ikut memutuskan apa yang harus saya lakukan untuk anak saya. Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk saya.

Setelah rembug dengan keluarga dan juga dokter yang menangani, akhirnya anak saya dirawat di ruang khusus untuk memantau perkembangannya. Setelah itu saya disuruh membeli perlengkapan untuk bayi yang baru lahir, seperti popok dot, susu, aled dan lain-lain dan saya membelinya di Clandys.

Setelah itu saya dan keluarga tidak bisa sembarangan melihat anak saya karena berada di ruangan khusus, saya hanya bisa melihat dari luar saja. Kalau perawat ada perlu dengan saya baru saya boleh masuk ruangan itu. Selama beberapa jam di rawat disana masih tidak ada tangisan dan saya pun pasrah dan berdoa meminta yang terbaik untuk anak kedua saya ini.

Sore pun tiba dan malam pun juga mulai datang, belum ada tanda-tanda membaik dari anak saya. Kemudian saya menerima telpon dari perawat bahwa untuk bisa memakai BPJS maka anak saya harus didaftarkan BPJS, dia menyuruh silakan ambil dokumennya di ruangan tempat anak saya di rawat.

Besok paginya saya pergi ke kantor BPJS kesehatan di Singaraja dengan membawa dokumen Surat keterangan lahir, KK, Kartu BPJS Ibu. Setelah itu saya urus disana, karena persyaratan sudah lengkap jadi tidak ribet dan anak saya pun sudah terdaftar BPJS kesehatan.

Belum ada kabar yang menyenangkan dari ruangan temapt bayi saya dirawat, belum ada tanda-tanda akan ada perubahan, anak saya juga belum menangis dan bahkan tidak bisa menggerakkan kaki dan tangganya, cuma bernafas saja dengan alat nafas bantuan dengan mata terpejam.

Sore pun tiba lagi, sampai malam datang masih belum ada kabar lain, selain anak saya tidak ada perkembangan. Sempat di panggil ke ruangan itu untuk mengabarkan dan memberi support ke saya, apapun yang akan terjadi nanti saya harus tabah dan ikhlas. Karena ini kemungkinan terburuk akan terjadi.

Tanggal  13 Juni pagi pun tiba masih berharap ada perubahan dan anak saya membaik supaya bisa sembuh seperti bayi yang lain. Namun harapan saya tidak ada tercapai, kondisi anak saya masih seperti itu dan bahkan lebih memburuk lagi menjelang siang. Saya pun pasrah dan berharap yang terbaik untuk anak saya. Sorenya saya menerima telpon dari ruangan tempat bayi saya di rawat, saya kira akan ada kabar baik namun ternyata perawat itu menelpon saya dan mengatakan kalau anak saya sudah tidak bisa dirawat lagi karena sudah menghembuskan nafas terakhirnya.

Saya pun bergegas datang ke ruangan itu bersama bapak mertua saya, sempat meneteskan air mata saat melihat anak saya tergolek didalam ruang kaca, saya pun ikhlaskan kepergian anak kedua saya.  Saya pun berbincang dengan perawat disana tentang proses pemulangan jenazah anak saya. Namun karena pada waktu itu pas hari Tilem maka pantang untuk membawa jenazah pulang. Akhirnya kami putuskan untuk menginapkan jenazah anak saya di kamar jenazah.

Namun berhubung di RS Kertha Usada tidak menerima penitipan jenazah, maka kami disarankan untuk datang ke rumah sakit umum. Saya dan bapak mertua saya langsung menuju ke sana, sampai disana kami langsung menuju ruang jenazah dan bertanya kepada petugas di sana. Namun kami kurang beruntung ternyata semua pendingin jenazah sudah penuh tidak ada ruang kosong lagi. Sempat meminta tolong dan bernegosiasi supaya bisa dititipkan jenazah anak saya, namun sudah tidak bisa. Akhirnya mereka menyarankan saya pergi ke Rumah Sakit Parama Sidhi namun dengan biaya yang mahal katanya bisa mencapai jutaan dalam semalam.

Saya sempat mencari solusi lagi lagi karena saya rasa biaya di Parama sidhi terlalu mahal, namun karena tidak ada pilihan lain saya putuskan untuk kesana, berapa pun biayanya semalam untuk menitipkan jenazah anak saya disana saya tetap bayar yang penting jenazah anak saya dapat tempat disana. Kami pun langsung meluncur kesana.

Sesampainya disana saya pun langsung menuju loby dan mencari bagian informasi, dan menanyakan  apakah masih ada tempat penitipan jenazah yang kosong. Sambil menunggu karena dia menghubungi bagian ruang jenazah. Akhirnya ada kabar bagus ruang jenazah masih ada yang kosong. Saya pun langsung bertanya berapa biayanya sehari, dia bilang Rp 250.000 sehari. Namun karena bayi saya dihitung dua hari disana karena melewati jam 12 malam jadi dihitung 2 hari jadi saya bayarnya  Rp 500.000,- .

Setelah itu pekerjaan belum selesai, setelah mendapat kamar kosong harus menunggu telpon lagi untuk bisa mengantarkan jenazah anak saya dari RS Kerta Usada ke Parama Sidhi. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya sudah diperbolehkan membawa jenazah kesana. Namun harus tertunda lagi karena mobil ambulance belum ada di Kertha Usada, harus menunggu itu lagi.

Setelah menunggu lumayan lama akhirnya mobil ambulance datang, dengan sewa ambulan Rp 150.000 maka kami langsung berangkat ke Parama Sidhi, anak saya digendong oleh kakeknya (bapak mertua ) dan saya duduk dibelakang. Sampai disana saya pun langsung menuju ruang jenazah yang berada paling belakang dari bangunan RS Parama Sidhi. Setelah selesai memasukkan anak saya ke ruang dingin itu, dengan sedih saya pun meninggalkannya disana dan besok pagi baru saya ambil.

Setelah itu saya kembali ke RS Kertha Usada untuk mengurus kepulangan istri saya karena memang  sudah saatnya pulang, meski masih merasakan sakit karena luka operasi dan juga sakit karena harus kehilangan anak untuk kedua kalinya, namun apa pun yang sudah terjadi harus tetap tegar malam itu kami pun pulang yang dijemput oleh adik sepupu saya lagi.

Jalanya pelan-pelan karena getaran sedikit saja membuat sakit bekas luka operasi istri saya, jadinya perjalanan dari RS Kerta Usada menuju rumah saya di Tamblang menjadi agak lama. Setelah menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai di rumah, nampak suasana sudah ramai karena ada orang yang sudah melayat pada malam itu.

Setelah itu, sebelum masuk rumah di sambutin dulu dengan banten, setelah itu saya langsung ajak istri ke kamar dan saya pun langsung mandi untuk ganti baju adat madia untuk menemani yang melayat. Sementara ada beberapa orang yang menjenguk istri saya di kamarnya. Malam pun tiba, rumah sudah mulai sepi dan saya pun tidur untuk persiapan besok pagi.

Pagi pun tiba, saya pun bersiap untuk menjemput anak saya di RS Parama Sidhi, namun harus menunggu dulu, karena masih ada pertemuan para Pemangku desa Adat di pura Desa, jika acara itu masih berlangsung maka warga tidak boleh melakukan kegiatan upacara apa lagi acara duka, oleh sebab itu saya berangkat ke sana sekitar pukul 09.00 Wita. Sampai disana saya ke kasir dulu untuk membayar biaya kamar jenazah. Setelah itu baru diizinkan mengambil anak saya dari kamar jenazah.

Tanpa pikir panjang saya pun menggendong anak saya untuk diajak pulang dan langsung ke setra tanpa ke rumah dulu. Sampai di setra (kuburan) saya harus menunggu lagi, karena acara di pura desa belum selesai. Selama itu pun saya masih duduk didalam mobil dengan menggendong anak saya yang sudah terbujur kaku dan dingin karena semalaman berada dalam ruang pendingin jenazah.

Setelah menunggu lumayan lama akhirnya ada kabar kalau acara di desa sudah selesai, setelah itu datanglah keluarga saya dari rumah banyak juga keluarga besar Sanggah PGDT yang ikut ke setra waktu itu. Setelah itu jenazah dimandikan, yang paling sedih waktu itu adalah neneknya (ibu saya) karena dia yang gendong saat anak saya dimandikan. Setelah itu dipakaikan baju, baju adat bali dan lain-lain.

Setelah melewati beberapa rangkaian upacara di setra akhirnya anak saya dimasukkan ke dalam peti, sedih rasanya melihat anak saya harus tertidur disana. Kemudian peti pun diturunkan ke dalam liang lahat. Warga yang datang kesana mulai mengambil tanah dan mengubur anak saya disana. Setelah selesai disana kami semua pun kembali ke rumah masing-masing, saya pun masih tidak ikhlas meninggalkan anak saya sendiri disana, namun apa dayaku semua itu harus terjadi.

Setelah itu menunggu lagi tiga hari, untuk dibuatkan banten ketelun. Selama tiga hari itu juga masih ada warga yang melayat ke rumah, setelah tiga hari itu baru tidak ada lagi yang melayat ke rumah. hari ketiga pun tiba, kami dengan beberapa keluarga datang ke setra untuk membawa banten dan berdoa semoga jika terlahir kembali menjadi lebih baik.

Setelah itu pada bulan September 2018 ada satu keluarga satu sanggah kami yang meninggal, biasanya kalau ada kerabat yang meninggal maka langsung ngaben, maka keluarga saya pun ikut untuk ngaben disana. Acara puncak pada tanggal 21 September 2018, anak saya pun sudah bersih karena sudah melewati acara ngaben. Nah itulah bulan paling menyedihkan selama tahun 2018.

Lanjut untuk cerita pada bulan lainnya mungkin tidak ada yang spesial cuma pada bulan november kemarin saya seperti mendapat rezeki nomplok karena domain yang selama ini saya rawat ada yang membeli sampai puluhan juta. Nah itulah cerita saya selama tahun 2018, kedepannya untuk resolusi tahun 2019  mungkin sudah bisa hamil lagi istriku dan segera bisa punya anak.

Saya dan istri saya sangat ikhlas dengan kejadian itu dan kami masih dalam masa penyembuhan selama 1 tahun terutama untuk istri saya untuk bisa hamil lagi. Semoga ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti itu, terimakasih untuk yang sudah membaca tulisan ini.

Berikut ini adalah lagu yang saya buat untuk kedua anak saya yang berada di surga

Kriana
Kriana Saya hanya orang yang menyempatkan diri untuk menulis tentang apa saja ketika saya sempat menulis, untuk diri sendiri maupun informasi untuk orang lain

Posting Komentar untuk "Flashback Tahun 2018, Sedih... "