Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Kewangen Sebagai Simbol Ogkara

Om Swastyastu, sebagai umat Hindu mungkin selama ini kita sudah kenal dengan yang namanya Kewangen yang dipakai oleh Umat Hindu untuk sarana sembahyang yaitu tepatnya saat melaksanakan Pemuspaan atau Kramaning sembah bagian ketiga dan keempat. Selama ini mungkin kita sudah tahu bentuk atau wujud dari Kewangen tersebut, tetapi mungkin ada beberapa orang belum tahu apa makna dan fungsi dari kewangen tersebut. Menurut Ida Pedanda Gede Made Gunung seperti yang saya kutip dari tulisan di Kewangen ini, dan Beliau juga berharap bisa menjawab pertanyaan tentang Kewangen yang selama ini muncul.

Makna Kewangen Sebagai Simbol Ogkara dan merupakan simbol dari Tuhan dalam Manifestasinya sebagai Tri Murti


Oleh karena seringnya Kewangen ini digunakan sebagai sarana persembahyangan oleh umat Hindu di Bali khususnya dan di Indonesia pada umumnya, dan saat kemunculannya sering juga menimbulkan pertanyaan diantara beberapa umat #Hindu. Oleh sebab itu Ida Pedanda Gede Made Gunung mencoba memberikan penjelasan seperti di bawah ini.

Kewangen itu merupakan kata jadian yang berasal dari kata wangi kemudian mendapatkan prefik Ka dan sufik An maka menjadi Ka+wangi+an = Ka(e)wangian. dalam Bahasa Bali (i+a = e) maka Kawangian menjadi Kawangen atau Kewangen atau Kwangen. Oleh karena kata dasarnya wangi dimana wangi itu identik dengan bau yang disenangi atau bau yang disukai oleh setiap manusia normal. Maka dari itu Kewangen merupakan simbol yang dipakai untuk mewakili Tuhan dalam pikiran manusia. Jadi kesimpulannya Kewangen itu adalah simbul dari Tuhan juga disebut dari simbol Ongkara (huruf Bali) dan juga simbol Tuhan dalam bentuk Huruf.

Bagian atau isi dari Kewangen:
Kojong, biasanya dibuat dari daun pisang, dibuat sedemikain rupa sehingga berbentuk kojong, jika kojong ini ditekan sampai pipih atau lempeh maka kojong akan berbentuk segitiga, maka kojong menyimbulkan tiga angka #Bali (lihat huruf Ongkara Bali).

Pekir, merupakan bagian yang dibuat dari janur yang menyerupai hiyasan dari tarian janger. Bentuk dari pekir ini bervariasi, tergantung dari seni masing-masing orang yang membuat. Pekir ini merupakan lambang atau simbol dari Ulu Ardha Candra dan Nada (tulisan huruf Bali)

Uang kepeng, Sebagai mukanya atau bagian depan Kewangen atau bisa juga disebut dengan Pis Bolong, bila tidak ada Pis Bolong bisa memakai uang logam, sebab yang diperlukan dari uang atau Pis ini adalah bentuknya yang bulat sebagai simbul Windu atau Nol (0) jadi yang dicari bukan makan uangnya tapi bulatnya, oleh sebab itu jarang ada orang yang memakai uang kertas yang dilipat untuk mengisi Kewangen ini karena itu tidak ada maknanya.

Porosan, biasanya diletakkan pada bagian dalam Kojong, sehingga Porosan ini tidak kelihatan dari luar. Porosan ini yang terpenting  adalah terdiri dari tiga unsur yaitu Daun sirih (boleh memakai daun lain yang wajar misalnya daun dapdap) daun ini yang dicari adalah karena warnanya yang hijau yang merupakan simbol dari Dewa Wisnu, huruf Balinya adalah Ungkara (Ung). Kemudian ada Buah Pinang (untuk makan sirih atau nginang) yang disisir sedemikian rupa, ini mewakili warna merah simbol dari Dewa Brahma dengan huruf Balinya adalah Angkara (Ang). Selanjutnya unsur yang ketiga adalah Kapur Sirih warnanya putih yang merupakan simbol dari Dewa Iswara (Siwa) dengan huruf Balinya adalah Mangkara (Mang). Kemudian tiga sarana itu disatukan ke dalam potongan janur dan disemat atau diikat dengan benang menjadi satu. Makna dari ketiga sarana itu adalah merupakan simbol dari Huruf tiga Dewa tersebut yaitu A+U+M = AUM menjadi ONG (A dan U kasewitrayang dalam tata Bahasa Bali) maka ONG itu adalah huruf sebagai simbol dari Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang merupakan Manifestasi Tuhan dalam bentuk Tri Murti.

Bunga, karena berasal dari kata Wangi dan yang identik dengan yang wangi adalah bunga maka sarana yang ada pada Kewangen adalah bunga secukupnya untuk melengkapi sarana yang lain, selain unsur di atas, Kewangen juga bisa mengandung unsur Estetika atau seni yang membuat kita lebih suka dengan bentuk dan wewangian yang ada pada Kewangen tersebut.

Kapan Kewangen ini dipakai atau digunakan?
Biasanya Kewangen ini digunakan saat melakukan persembahyangan di Pura atau ditempat suci Hindu lainnya yaitu tepatnya saat melaksanakan Kramaning Sembah yaitu pada bagian ketiga dan keempat. Tetapi kadang muncul juga pertanyaan kenapa Kewangen yang suci itu (simbol Tuhan) ditaruh atau diletakkan pada Mayat atau Caru? jawabannya sangat sederhana, menurut Ida Pedanda Gede Made Gunung karena Kewangen itu merupakan simbol Tuhan dan Tuhan itu ada di mana-mana dan menyusup kesemua ciptaanNya (baca Tattwa Jnana) nah maka dari itulah Kewangen dipakai pada setiap upacara.

Bagaimana cara menggunakan Kewangen?
Pada kenyataannya banyak cara yang digunakan oleh umat Hindu saat memakai Kewangen ini untuk sembahyang, terutama posisinya saat di unggah ke atas ada uang kepeng yang menghadap ke depan  ada yang menghadap ke kiri atau ke kanan ada juga yang menghadap ke belakang atau menghadap orang yang memakai Kewangen tersebut. Lalu dari berbagai  penafsiran dan pertanyaan, menurut lontar Paniti Gama Ptirtha Pawitra maka yang benar adalah uang kepeng menghadap ke belakang atau menghadap orang yang memakai Kewangen tersebut untuk sembahyang.

Nah itulah penjelasan singkat dari pengertian Kewangen, isi atau bahan dari Kewangen, fungsi atau kegunaan Kewangen serta bagaimana cara yang benar memakai Kewangen, semoga bermanfaat. Om Santhi, Santhi, Santhi Om.
Kriana
Kriana Saya hanya orang yang menyempatkan diri untuk menulis tentang apa saja ketika saya sempat menulis, untuk diri sendiri maupun informasi untuk orang lain

Posting Komentar untuk "Makna Kewangen Sebagai Simbol Ogkara"