Perjuangan Panjang untuk Punya Anak
Akriko.com - Halo Brosis, jumpa lagi dengan saya, kali ini saya akan banyak bercerita tentang perjalanan / perjuangan saya untuk punya anak setelah menikah pada bulan Agustus 2016 lalu. Untuk bisa punya anak, ada banyak cobaan yang harus kami lewati. Dan pada awal tahun 2022 ini kami telah dikaruniai bayi cantik dan kami pun sangat senang, juga terharu karena apa yang kami ingin kan selama 5 tahun ini sudah terkabul.
Sebelum kami dikaruniai bayi mungil yang cantik ini, kami mengalami cobaan yang saya rasa sangat berat, bukan hanya sekali tapi sampai tiga kali kami diuji dengan kejadian yang sama dan ini terasa sangat-sangat memukul dan menguji ketangguhan kami sebagai pasangan muda yang segera ingin memiliki momongan.
Baiklah saya akan kembali mengenang apa saja yang pernah saya alami sejak awal kami menikah sampai akhirnya kami diberi buah hati yang cantik.
Di awal pernikahan saya sendiri merasa sangat senang karena sudah lama jomblo akhirnya saya dapat jodoh pada umur 34 tahun, jodohnya gak jauh-jauh, dari Tamblang juga dan satu sanggah, setelah itu tidak ada lagi pertanyaan, pidan nganten? Uli dije kabake? 😁 Nah setelah menikah, istri saya tidak bisa langsung hamil bahkan sampai 7 bulan nikah, belum juga hamil. Kami pun mencari solusi yakni dengan pengobatan tradisional yakni pijat perut untuk membetulkan posisi rahim. Nah setelah itu istri saya pun telat dan setelah di tes dengan test pack sensitif, ternyata hasilnya positif karena nampak dua garis dengan jelas.
Kami pun sangat senang karena segera akan punya momongan. Setelah itu kami pun ke dokter untuk periksa, dan dokter memastikan lagi kalau istri saya sudah hamil. Nah untuk mengetahui perkembangan janin, kami setiap bulan periksa ke dokter untuk USG. Nah bulan berjalan, awalnya tidak ada masalah. Nah masuk usia kandungan ke 4-5 bulan, ternyata dokter menemukan kejanggalan pada bagian kepala janin.
Untuk memastikan hal itu, kami pun di rujuk ke dokter lain yakni dokter cok yang praktek di jalan WR Supratman untuk di periksa memakai alat USG 4 dimensi. Dengan membawa surat rujukan dari dokter sebelumnya yakni dr Winarta, kami pun menuju ke tempat praktek dr Cok. Sampai disana saya serahkan surat rujukan dan setelah itu kandungan diperiksa, dan hasilnya terlihat hari itu juga, dan memang benar kepala bayi terlihat tidak normal atau terlalu besar jika umur bayi segitu.
Dokter pun menjelaskan, penyakit yg dimaksud adalah kepala bayi berisi cairan dan otak bayi menjadi hilang karena tertekan cairan tersebut dan ini dinamakan Hydrosefalus (seperti itu kalau gak salah). Dan dokter pun memberikan solusi, dan memberitahu kami kalau kehamilan dilanjutkan maka akan percuma karena bayi tidak akan selamat, cuma ada dua pilihan, gugurkan atau lanjutkan tapi bayi cacad bahkan meninggal. Dan seketika itu istri saya menangis, sudah sedih harus bayar mahal lagi, waktu itu bayar biaya USG sekitar Rp900.000,-
Setelah itu kami balik lagi ke dokter pertama untuk membawa hasil USG 4 dimensi. Dan disana kami pun menerima jawaban yang sama. Nah setelah itu kamipun berkonsultasi dengan keluarga di rumah, seperti apa tindakan yang harus diambil. Setelah melakukan banyak pertimbangan akhirnya kami putuskan untuk mengugurkan kandungan, hal ini merupakan tindakan medis jadi tidak melanggar hukum.
Setelah itu, dengan perasaan sangat sedih, kami pun memilih hari untuk mengugurkan kandungan, sesuai dengan tempat praktek dr pertama di RS Puri Bunda. Sampai disana, untuk bisa lahir normal istri saya diberikan obat perangsang supaya ada bukaan. Sampai beberapa kali dosis, setelah itu dengan menahan rasa sakit yang amat sakit, istri saya berusaha melahirkan bayi yang seharusnya belum lahir. Saya pun menangis melihat istri kesakitan terbaring untuk melahirkan secara paksa pada bulan Juli 2017.
Setelah menunggu sekian jam, akhirnya bayi pun lahir, waktu itu bayi tidak langsung meninggal, bayi masih bernafas dan menunggu beberapa jam untuk kehilangan nafas. Karena hari sudah malam, maka janin di inapkan semalam dikamar jenazah, besok pagi baru dibawa pulang kampung untuk dikubur. Sebelum pulang kami harus bayar biaya rumah sakit sekitar Rp9.000.000,- (kalau gak salah). Singkat cerita kami pun iklas berusaha melupakan semua yang sudah terjadi dan memulai lembar baru.
Setelah itu kami kembali periksa ke dokter pertama, setelah itu kami disarankan untuk cek virus, akhirnya kami di rujuk ke NiKi Lab, untuk cek virus, biayanya lumayan mahal, sekali cek habis sekitar Rp 2.500.000,- bahkan sampai tiga kali dirujuk ke sana dan juga pernah tebus obat sampai Rp 1.500.000,- saya pun benar-benar kaget tebus obat dengan harga segitu, untung waktu itu bawa uang cash dan pakai kartu debit.
Nah entah apa sebabnya saya kembali ke dokter cok dan membawa tiga kali hasil tes, nah setelah hasil tes dibaca dan waktu habis melahirkan sudah lebih dari 3 bulan, dan istri saya pun diizinkan untuk hamil lagi dan kami pun sangat senang dan mulai lagi proyek dengan harapan bisa cepat punya momongan.
Nah setelah itu istri saya pun hamil lagi dan kami pun sangat senang karena akan segera punya momongan. Awal kehamilan memang tidak ada masalah, nah masuk bulan ke 4-5 kembali terdeteksi masalah yang sama, dan kami pun sedih kembali dan istri saya menangis lagi didalam ruang praktek dokter Cok. Dokter pun bingung kenapa bisa terjadi kasus yang sama.
Anak saya yang kedua juga kena penyakit yang sama, namun kali ini saya dan keluarga besar saya memutuskan untuk mempertahankan janin yang sudah berumur 5 bulan itu sampai menjelang masa melahirkan tiba, berharap ada keajaiban nanti anak saya bisa sembuh dan menjadi bayi yang normal. Setelah mengetahui anak saya kena penyakit yang sama maka saya beberapa kali ganti dokter dan juga mencari obat diluar obat medis.
Setelah kandungan berumur kurang lebih 7 bulan kami memutuskan untuk pulang kampung dan memilih melahirkan di kampung dan periksa di praktek dokter Mawan sempat beberapa kali periksa ke sana sebelum lahiran.
Setelah kandungan berumur kurang lebih 7 bulan kami memutuskan untuk pulang kampung dan memilih melahirkan di kampung dan periksa di praktek dokter Mawan sempat beberapa kali periksa ke sana sebelum lahiran.
Saat jelang lahiran disana saya merasa senang, penasaran dan juga sedih bercampur aduk jadi satu. Tepatnya tanggal 11 Juni 2018, waktu itu istri saya akan melahirkan di rumah sakit Kertha Usada Singaraja. Berangkat dari Tamblang pagi, karena rencana melahirkan pagi hari dan waktu itu petugas disana sudah bilang kalau sudah bukaan 3.
Namun karena sesuatu, saya dan istri harus cek dulu ke klinik anugerah di tempatnya dokter Mawan, karena sejak 3 bulan terakhir istri saya selalu kontrol disana. Sampai sana menunggu dokter lama sekali, istri saya sudah gak tahan dengan perutnya yang sudah mules-mules. Akhirnya dokter datang dan memeriksa istri saya. Disana debat lagi antara milih rumah sakit umum atau Kertha Usada, untuk memutuskan itu juga lumayan lama dan akhirnya kami memilih di Kerta Usada.
Namun karena sesuatu, saya dan istri harus cek dulu ke klinik anugerah di tempatnya dokter Mawan, karena sejak 3 bulan terakhir istri saya selalu kontrol disana. Sampai sana menunggu dokter lama sekali, istri saya sudah gak tahan dengan perutnya yang sudah mules-mules. Akhirnya dokter datang dan memeriksa istri saya. Disana debat lagi antara milih rumah sakit umum atau Kertha Usada, untuk memutuskan itu juga lumayan lama dan akhirnya kami memilih di Kerta Usada.
Setelah itu kami kembali lagi ke RS Kertha Usada yang di antar oleh adik sepupu saya, sampai disana langsung diproses untuk melahirkan cesar karena tidak mungkin untuk melahirkan normal karena kepala bayi yang besar layaknya orang dewasa, Oleh sebab itu harus ambil tindakan operasi. Menunggu dokter mawan yang akan mengambil tindakan operasi karena dokter belum datang maka harus menunggu sampai pukul 13.00 Wita.
Setelah itu akhirnya dokter Mawan datang dan segera mengambil tindakan operasi, dengan perasaan campur aduk selama menunggu hampir 1 jam, akhirnya ada kabar dari dalam ruang operasi, bahwa anak saya sudah lahir dengan jenis kelamin laki-laki, namun seperti yang sudah diketahui sebelumnya anak saya kepalanya besar dan tidak menangis saat baru lahir.
Dokter pun memanggil saya untuk masuk ke dalam ruangan, dan menanyai saya tentang tindakan apa yang harus dilakukan ke anak karena anak saya lahir tidak normal. Saya pun memanggil Bapak saya dan Mertua saya untuk ikut memutuskan apa yang harus saya lakukan untuk anak saya. Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk saya.
Setelah rembug dengan keluarga dan juga dokter yang menangani, akhirnya anak saya dirawat di ruang khusus untuk memantau perkembangannya. Setelah itu saya disuruh membeli perlengkapan untuk bayi yang baru lahir, seperti popok dot, susu, aled dan lain-lain.
Setelah itu saya dan keluarga tidak bisa sembarangan melihat anak saya karena berada di ruangan khusus, saya hanya bisa melihat dari luar saja. Kalau perawat ada perlu dengan saya baru saya boleh masuk ruangan itu. Selama beberapa jam di rawat disana masih tidak ada tangisan dan saya pun pasrah dan berdoa meminta yang terbaik untuk anak kedua saya ini.
Setelah itu akhirnya dokter Mawan datang dan segera mengambil tindakan operasi, dengan perasaan campur aduk selama menunggu hampir 1 jam, akhirnya ada kabar dari dalam ruang operasi, bahwa anak saya sudah lahir dengan jenis kelamin laki-laki, namun seperti yang sudah diketahui sebelumnya anak saya kepalanya besar dan tidak menangis saat baru lahir.
Dokter pun memanggil saya untuk masuk ke dalam ruangan, dan menanyai saya tentang tindakan apa yang harus dilakukan ke anak karena anak saya lahir tidak normal. Saya pun memanggil Bapak saya dan Mertua saya untuk ikut memutuskan apa yang harus saya lakukan untuk anak saya. Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk saya.
Setelah rembug dengan keluarga dan juga dokter yang menangani, akhirnya anak saya dirawat di ruang khusus untuk memantau perkembangannya. Setelah itu saya disuruh membeli perlengkapan untuk bayi yang baru lahir, seperti popok dot, susu, aled dan lain-lain.
Setelah itu saya dan keluarga tidak bisa sembarangan melihat anak saya karena berada di ruangan khusus, saya hanya bisa melihat dari luar saja. Kalau perawat ada perlu dengan saya baru saya boleh masuk ruangan itu. Selama beberapa jam di rawat disana masih tidak ada tangisan dan saya pun pasrah dan berdoa meminta yang terbaik untuk anak kedua saya ini.
Sore pun tiba lagi, sampai malam datang masih belum ada kabar lain, selain anak saya tidak ada perkembangan. Sempat di panggil ke ruangan itu untuk mengabarkan dan memberi support ke saya, apapun yang akan terjadi nanti saya harus tabah dan ikhlas. Karena ini kemungkinan terburuk akan terjadi.
Tanggal 13 Juni pagi pun tiba masih berharap ada perubahan dan anak saya membaik supaya bisa sembuh seperti bayi yang lain. Namun harapan saya tidak ada tercapai, kondisi anak saya masih seperti itu dan bahkan lebih memburuk lagi menjelang siang. Saya pun pasrah dan berharap yang terbaik untuk anak saya. Sorenya saya menerima telpon dari ruangan tempat bayi saya di rawat, saya kira akan ada kabar baik namun ternyata perawat itu menelpon saya dan mengatakan kalau anak saya sudah tidak bisa dirawat lagi karena sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Saya pun bergegas datang ke ruangan itu bersama bapak mertua saya, sempat meneteskan air mata saat melihat anak saya tergolek didalam ruang kaca, saya pun ikhlaskan kepergian anak kedua saya. Saya pun berbincang dengan perawat disana tentang proses pemulangan jenazah anak saya. Namun karena pada waktu itu pas hari Tilem maka pantang untuk membawa jenazah pulang. Akhirnya kami putuskan untuk menginapkan jenazah anak saya di kamar jenazah.
Namun berhubung di RS Kertha Usada tidak menerima penitipan jenazah, maka kami disarankan untuk datang ke rumah sakit umum. Saya dan bapak mertua saya langsung menuju ke sana, sampai disana kami langsung menuju ruang jenazah dan bertanya kepada petugas di sana. Namun kami kurang beruntung ternyata semua pendingin jenazah sudah penuh tidak ada ruang kosong lagi. Sempat meminta tolong dan bernegosiasi supaya bisa dititipkan jenazah anak saya, namun sudah tidak bisa. Akhirnya mereka menyarankan saya pergi ke Rumah Sakit Parama Sidhi namun dengan biaya yang mahal katanya bisa mencapai jutaan dalam semalam.
Saya sempat mencari solusi lagi lagi karena saya rasa biaya di Parama sidhi terlalu mahal, namun karena tidak ada pilihan lain saya putuskan untuk kesana, berapa pun biayanya semalam untuk menitipkan jenazah anak saya disana saya tetap bayar yang penting jenazah anak saya dapat tempat disana. Kami pun langsung meluncur kesana.
Sesampainya disana saya pun langsung menuju loby dan mencari bagian informasi, dan menanyakan apakah masih ada tempat penitipan jenazah yang kosong. Sambil menunggu karena dia menghubungi bagian ruang jenazah. Akhirnya ada kabar bagus ruang jenazah masih ada yang kosong. Saya pun langsung bertanya berapa biayanya sehari, dia bilang Rp 250.000 sehari. Namun karena bayi saya dihitung dua hari disana karena melewati jam 12 malam jadi dihitung 2 hari jadi saya bayarnya Rp 500.000,- .
Setelah itu pekerjaan belum selesai, setelah mendapat kamar kosong harus menunggu telpon lagi untuk bisa mengantarkan jenazah anak saya dari RS Kerta Usada ke Parama Sidhi. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya sudah diperbolehkan membawa jenazah kesana. Namun harus tertunda lagi karena mobil ambulance belum ada di Kertha Usada, harus menunggu itu lagi.
Setelah menunggu lumayan lama akhirnya mobil ambulance datang, dengan sewa ambulan Rp 150.000 maka kami langsung berangkat ke Parama Sidhi, anak saya digendong oleh kakeknya (bapak mertua ) dan saya duduk dibelakang. Sampai disana saya pun langsung menuju ruang jenazah yang berada paling belakang dari bangunan RS Parama Sidhi. Setelah selesai memasukkan anak saya ke ruang dingin itu, dengan sedih saya pun meninggalkannya disana dan besok pagi baru saya ambil.
Setelah itu saya kembali ke RS Kertha Usada untuk mengurus kepulangan istri saya karena memang sudah saatnya pulang, meski masih merasakan sakit karena luka operasi dan juga sakit karena harus kehilangan anak untuk kedua kalinya, namun apa pun yang sudah terjadi harus tetap tegar malam itu kami pun pulang yang dijemput oleh adik sepupu saya lagi.
Tanggal 13 Juni pagi pun tiba masih berharap ada perubahan dan anak saya membaik supaya bisa sembuh seperti bayi yang lain. Namun harapan saya tidak ada tercapai, kondisi anak saya masih seperti itu dan bahkan lebih memburuk lagi menjelang siang. Saya pun pasrah dan berharap yang terbaik untuk anak saya. Sorenya saya menerima telpon dari ruangan tempat bayi saya di rawat, saya kira akan ada kabar baik namun ternyata perawat itu menelpon saya dan mengatakan kalau anak saya sudah tidak bisa dirawat lagi karena sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Saya pun bergegas datang ke ruangan itu bersama bapak mertua saya, sempat meneteskan air mata saat melihat anak saya tergolek didalam ruang kaca, saya pun ikhlaskan kepergian anak kedua saya. Saya pun berbincang dengan perawat disana tentang proses pemulangan jenazah anak saya. Namun karena pada waktu itu pas hari Tilem maka pantang untuk membawa jenazah pulang. Akhirnya kami putuskan untuk menginapkan jenazah anak saya di kamar jenazah.
Namun berhubung di RS Kertha Usada tidak menerima penitipan jenazah, maka kami disarankan untuk datang ke rumah sakit umum. Saya dan bapak mertua saya langsung menuju ke sana, sampai disana kami langsung menuju ruang jenazah dan bertanya kepada petugas di sana. Namun kami kurang beruntung ternyata semua pendingin jenazah sudah penuh tidak ada ruang kosong lagi. Sempat meminta tolong dan bernegosiasi supaya bisa dititipkan jenazah anak saya, namun sudah tidak bisa. Akhirnya mereka menyarankan saya pergi ke Rumah Sakit Parama Sidhi namun dengan biaya yang mahal katanya bisa mencapai jutaan dalam semalam.
Saya sempat mencari solusi lagi lagi karena saya rasa biaya di Parama sidhi terlalu mahal, namun karena tidak ada pilihan lain saya putuskan untuk kesana, berapa pun biayanya semalam untuk menitipkan jenazah anak saya disana saya tetap bayar yang penting jenazah anak saya dapat tempat disana. Kami pun langsung meluncur kesana.
Sesampainya disana saya pun langsung menuju loby dan mencari bagian informasi, dan menanyakan apakah masih ada tempat penitipan jenazah yang kosong. Sambil menunggu karena dia menghubungi bagian ruang jenazah. Akhirnya ada kabar bagus ruang jenazah masih ada yang kosong. Saya pun langsung bertanya berapa biayanya sehari, dia bilang Rp 250.000 sehari. Namun karena bayi saya dihitung dua hari disana karena melewati jam 12 malam jadi dihitung 2 hari jadi saya bayarnya Rp 500.000,- .
Setelah itu pekerjaan belum selesai, setelah mendapat kamar kosong harus menunggu telpon lagi untuk bisa mengantarkan jenazah anak saya dari RS Kerta Usada ke Parama Sidhi. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya sudah diperbolehkan membawa jenazah kesana. Namun harus tertunda lagi karena mobil ambulance belum ada di Kertha Usada, harus menunggu itu lagi.
Setelah menunggu lumayan lama akhirnya mobil ambulance datang, dengan sewa ambulan Rp 150.000 maka kami langsung berangkat ke Parama Sidhi, anak saya digendong oleh kakeknya (bapak mertua ) dan saya duduk dibelakang. Sampai disana saya pun langsung menuju ruang jenazah yang berada paling belakang dari bangunan RS Parama Sidhi. Setelah selesai memasukkan anak saya ke ruang dingin itu, dengan sedih saya pun meninggalkannya disana dan besok pagi baru saya ambil.
Setelah itu saya kembali ke RS Kertha Usada untuk mengurus kepulangan istri saya karena memang sudah saatnya pulang, meski masih merasakan sakit karena luka operasi dan juga sakit karena harus kehilangan anak untuk kedua kalinya, namun apa pun yang sudah terjadi harus tetap tegar malam itu kami pun pulang yang dijemput oleh adik sepupu saya lagi.
Jalanya pelan-pelan karena getaran sedikit saja membuat sakit bekas luka operasi istri saya, jadinya perjalanan dari RS Kerta Usada menuju rumah saya di Tamblang menjadi agak lama. Setelah menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai di rumah, nampak suasana sudah ramai karena ada orang yang sudah melayat pada malam itu.
Setelah itu, sebelum masuk rumah di sambutin dulu dengan banten, setelah itu saya langsung ajak istri ke kamar dan saya pun langsung mandi untuk ganti baju adat madia untuk menemani yang melayat. Sementara ada beberapa orang yang menjenguk istri saya di kamarnya. Malam pun tiba, rumah sudah mulai sepi dan saya pun tidur untuk persiapan besok pagi.
Pagi pun tiba, saya pun bersiap untuk menjemput anak saya di RS Parama Sidhi, namun harus menunggu dulu, karena masih ada pertemuan para Pemangku desa Adat di pura Desa, jika acara itu masih berlangsung maka warga tidak boleh melakukan kegiatan upacara apa lagi acara duka, oleh sebab itu saya berangkat ke sana sekitar pukul 09.00 Wita. Sampai disana saya ke kasir dulu untuk membayar biaya kamar jenazah. Setelah itu baru diizinkan mengambil anak saya dari kamar jenazah.
Tanpa pikir panjang saya pun menggendong anak saya untuk diajak pulang dan langsung ke setra tanpa ke rumah dulu. Sampai di setra (kuburan) saya harus menunggu lagi, karena acara di pura desa belum selesai. Selama itu pun saya masih duduk didalam mobil dengan menggendong anak saya yang sudah terbujur kaku dan dingin karena semalaman berada dalam ruang pendingin jenazah.
Setelah menunggu lumayan lama akhirnya ada kabar kalau acara di desa sudah selesai, setelah itu datanglah keluarga saya dari rumah banyak juga keluarga besar Sanggah PGDT yang ikut ke setra waktu itu. Setelah itu jenazah dimandikan, yang paling sedih waktu itu adalah neneknya (ibu saya) karena dia yang gendong saat anak saya dimandikan. Setelah itu dipakaikan baju, baju adat bali dan lain-lain.
Setelah melewati beberapa rangkaian upacara di setra akhirnya anak saya dimasukkan ke dalam peti, sedih rasanya melihat anak saya harus tertidur disana. Kemudian peti pun diturunkan ke dalam liang lahat. Warga yang datang kesana mulai mengambil tanah dan mengubur anak saya disana. Setelah selesai disana kami semua pun kembali ke rumah masing-masing, saya pun masih tidak ikhlas meninggalkan anak saya sendiri disana, namun apa dayaku semua itu harus terjadi.
Setelah itu menunggu lagi tiga hari, untuk dibuatkan banten ketelun. Selama tiga hari itu juga masih ada warga yang melayat ke rumah, setelah tiga hari itu baru tidak ada lagi yang melayat ke rumah. hari ketiga pun tiba, kami dengan beberapa keluarga datang ke setra untuk membawa banten dan berdoa semoga jika terlahir kembali menjadi lebih baik.
Setelah itu pada bulan September 2018 ada satu keluarga satu sanggah kami yang meninggal, biasanya kalau ada kerabat yang meninggal maka langsung ngaben, maka keluarga saya pun ikut untuk ngaben disana. Acara puncak pada tanggal 21 September 2018, anak saya pun sudah bersih karena sudah melewati acara ngaben. Nah itulah bulan paling menyedihkan selama tahun 2018 saat proses kelahiran anak kedua.
Setelah itu, sebelum masuk rumah di sambutin dulu dengan banten, setelah itu saya langsung ajak istri ke kamar dan saya pun langsung mandi untuk ganti baju adat madia untuk menemani yang melayat. Sementara ada beberapa orang yang menjenguk istri saya di kamarnya. Malam pun tiba, rumah sudah mulai sepi dan saya pun tidur untuk persiapan besok pagi.
Pagi pun tiba, saya pun bersiap untuk menjemput anak saya di RS Parama Sidhi, namun harus menunggu dulu, karena masih ada pertemuan para Pemangku desa Adat di pura Desa, jika acara itu masih berlangsung maka warga tidak boleh melakukan kegiatan upacara apa lagi acara duka, oleh sebab itu saya berangkat ke sana sekitar pukul 09.00 Wita. Sampai disana saya ke kasir dulu untuk membayar biaya kamar jenazah. Setelah itu baru diizinkan mengambil anak saya dari kamar jenazah.
Tanpa pikir panjang saya pun menggendong anak saya untuk diajak pulang dan langsung ke setra tanpa ke rumah dulu. Sampai di setra (kuburan) saya harus menunggu lagi, karena acara di pura desa belum selesai. Selama itu pun saya masih duduk didalam mobil dengan menggendong anak saya yang sudah terbujur kaku dan dingin karena semalaman berada dalam ruang pendingin jenazah.
Setelah menunggu lumayan lama akhirnya ada kabar kalau acara di desa sudah selesai, setelah itu datanglah keluarga saya dari rumah banyak juga keluarga besar Sanggah PGDT yang ikut ke setra waktu itu. Setelah itu jenazah dimandikan, yang paling sedih waktu itu adalah neneknya (ibu saya) karena dia yang gendong saat anak saya dimandikan. Setelah itu dipakaikan baju, baju adat bali dan lain-lain.
Setelah melewati beberapa rangkaian upacara di setra akhirnya anak saya dimasukkan ke dalam peti, sedih rasanya melihat anak saya harus tertidur disana. Kemudian peti pun diturunkan ke dalam liang lahat. Warga yang datang kesana mulai mengambil tanah dan mengubur anak saya disana. Setelah selesai disana kami semua pun kembali ke rumah masing-masing, saya pun masih tidak ikhlas meninggalkan anak saya sendiri disana, namun apa dayaku semua itu harus terjadi.
Setelah itu menunggu lagi tiga hari, untuk dibuatkan banten ketelun. Selama tiga hari itu juga masih ada warga yang melayat ke rumah, setelah tiga hari itu baru tidak ada lagi yang melayat ke rumah. hari ketiga pun tiba, kami dengan beberapa keluarga datang ke setra untuk membawa banten dan berdoa semoga jika terlahir kembali menjadi lebih baik.
Setelah itu pada bulan September 2018 ada satu keluarga satu sanggah kami yang meninggal, biasanya kalau ada kerabat yang meninggal maka langsung ngaben, maka keluarga saya pun ikut untuk ngaben disana. Acara puncak pada tanggal 21 September 2018, anak saya pun sudah bersih karena sudah melewati acara ngaben. Nah itulah bulan paling menyedihkan selama tahun 2018 saat proses kelahiran anak kedua.
Setelah melupakan semua itu, kami pun harus menunggu lama lagi dan merasa masih trauma untuk segera punya anak. Hampir satu setengah tahun saya tidak ada ke dokter untuk periksa kesehatan apakah sudah boleh hamil atau belum. Entah apa yang terjadi sekira bulan september 2019 istri saya telat dan dicek ternyata garis dua, selama ini istri saya memang tidak pernah pakai alat KB, saya sebenarnya merasa tidak senang karena takut kejadian dulu terulang lagi. Namun karena istri saya yakin maka kehamilan dilanjutkan.
Setelah itu kami periksa di bidan dan setelah itu kamipun periksa ke dokter dari rujukan bidan. Seperti biasa kami menceritakan riwayat kehamilan kami kepada dokter. Nah awalnya tidak ada masalah, masuk umur kehamilan 4-5 bulan, masalah yang sama muncul lagi. Kami pun dirujuk ke dokter lain untuk periksa USG 4 dimensi ke dokter Evert Pangkahila yang praktek di jalan Sudirman Denpasar. Waktu itu bayarnya sekitar Rp700.000,-
Sampai disana kami menunjukkan surat rujukan dari dokter sebelumnya, setelah di cek hasilnya sama, bahwa di kepala ada masalah yang sama. Banyak cerita dengaan dokter evert waktu itu, intinya tetap sama yakni harus diiklaskan. Selain itu banyak juga menerka penyebab penyakit yang sama pada bayi sampai tiga kali, karena saking banyaknya saya sampai lupa apa yg dibahas disana dan ini tindakan medis karena bayi sudah cacad, meski dipertahankan hasilnya akan sama kayak yg kedua.
Nah setelah selesai periksa disana dan hasilnya sudah keluar saya pun kembali ke dokter yang biasa tempat periksa. Nah dengan keadaan yang sama dan berdasarkan dua pengalaman sebelumnya kami berani mengambil keputusan untuk menggugurkan lagi kandungan yang sudah berumur hampir lima bulan dan mencari jadwal untuk lahiran.
Pagi saya kedokter, paginya itu dikasi obat perangsang, malamnya perut istri saya udah sakit luar biasa, sekira pukul 23.00 saya dan istri berangkat ke klinik naik sepeda motor dan sampai disana ditangani oleh bidan yang ada disana, tidak menunggu lama, akhirnya bayinya lahir. Karena sudah malam, kami harus menginap dulu disana semalam dan besok pagi baru bayinya dijemput untuk dikuburkan dikampung halaman, kali ini jenis kelaminnya perempuan. Kalau gak salah ini terjadi pada awal bulan februari 2020.
Nah setelah itu kami belum bisa menyusul pulkam karena kondisi istri yang masih sakit, kami masih tinggal dikos dalam beberapa hari sebelum pulang kampung. Kami pun tidak bisa melihat anak kami dikuburkan. Nah singkat cerita, kami pun harus iklas untuk yang ketiga kalinya dan melupakan semua yang sudah terjadi dan istri saya juga termasuk wanita tangguh, dengan tiga kali kasus yang sama, istri saya masih ingin hamil lagi, saya pun merasa senang karena dia tidak trauma berat karena 3 kali gagal punya momongan dengan kasus yang sama.
Nah setelah itu dunia diguncang oleh Corona, pariwisata mati suri karena tidak ada tamu, nah istri saya yang kerja pariwisata pun harus berhenti kerja, sempat bertahan sampai bulan juni tinggal di Denpasar, akhirnya kami putuskan untuk pulang kampung dan tinggal kampung bantu orang tua jaga warung.
Setelah tinggal dikampung, kami dapat informasi bahwa ada juga pasangan suami istri yang pernah mengalami hal yang sama dengan apa yang saya alami bahkan sampai 4 kali dan setelah itu dia bisa punya anak normal. Nah setelah itu kami pun cari tahu siapa mereka dan berobat dimana. Nah setelah itu kami pun tahu dokter tempat mereka berobat yakni dr Ilyaz Angsar yang buka praktek di Prima Medika.
Awalnya saya tidak tahu dimana prakter dr Ilyaz, nah dengan usaha kami pun mendapat tempat prakteknya. Awalnya saya langsung datang ke Prima Medika di lantai dua, ternyata hari itu dokternya tidak buka praktek, akhirnya saya cuma dapat nomor WA untuk reservasi sebelum datang periksa.
Setelah menunggu selama sehari karena prakteknya mundur, akhirnya kami pun bisa bertemu langsung dengan Dokternya, namun sebelum masuk harus bayar biaya admin dulu Rp25.000 dibagian pendaftaran. Karena saat itu sedang maraknya Corona, maka praktek dr hanya dua kali seminggu. Setelah bertemu kamipun menceritakan riwayat kehamilan istri saya dan kenapa saya bisa sampai ke doketrnya.
Setelah menceritakan semuanya, akhirnya istri saya disarankan untuk cek virus lagi, kali ini dirujuk ke Prodia, dan malam itu juga saya langsung meluncur ke Prodia yang di Jalan Diponogoro. Untuk hasilnya besoknya baru bisa dilihat. Untuk biayanya kalau gak salah sekitar 2,5 juta lebih. Nah karena berada di kampung maka kami pun harus menunda menyerahkan hasip lab ke dokter Ilyas, kurang lebih setelah seminggu hasil lab keluar, saya baru ke Denpasar. Sebelum di tes dan ke dokter, istri saya rutin minum asam folat 400g sekali sehari sejak tiga bulan sebelumnya, itu saran dari dokter yg menangani anak kami yg ketiga. Karena sebelum hamil diwajibkan minum asam folat sebelum memulai kehamilan.
Setelah melihat hasil lab, dokter mengatakan istri saya sudah boleh hamil, karena virus yang menyebabkan penyakit pada bayi saya hasilnya sudah negatif. Kami pun merasa senang dan sejak saat itu kami mulai prosesnya. Namun tidak serta merta bisa hamil, mungkin hampir 5 bulan lebih tidak bisa hamil, setelah itu ada yang menyarakan untuk mencari alternatif, mungkin karena posisi rahim belum benar, makanya susah hamil, kami pun mencari obat alternatif yakni balian apun. Selain itu kami juga cari alternatif lain secara niskala dan kami pun disuruh nunas tirta di sebuah pura yang ada bulakan dan lokasinya di desa Tamblang.
Setelah itu kami juga pergi ke Dokter yakni dokter Dewa Sukarta, disana kami juga menceritakan riwayat kehamilan, nah karena sudah diperbolehkan hamil, tapi belum bisa hamil maka kami konsultasi ke dokter di Singaraja karena kami tinggal di Singaraja pada bulan maret 2021. Nah setelah itu istri saya pun telat, setelah di cek dengan sensitif hasilnya garis dua, karena sudah telat kami pun pergi ke dokter lagi untuk periksa dan akhirnya dokter bilang kalau istri saya sudsh hamil.
Nah selama itu dari awal hamil saya masih khawatir, takut kejadian yang dulu terulang lagi. Memasuki bulan-bulan rawan yakni bulan ke empat, saya selalu degdegan setiap periksa. Nah dari hasil pemeriksaan, dokter bilang kalau bayinya sehat. Periksam ke lima bulan, saya masih degdegan juga, namun hasil baik, tidak ada masalah pada janin.
Selain itu, secara niskala, istri saya juga dibuatkan banten penglukatan di Kemulan di rumah bajang dan juga di pura dalem. Sempat juga kami melukat di Griya Padang Arum Sari Bebetin. Selain itu setelah umur kandungan 7 bulan lebih, kami juga mengadakan acara Megedong-gedongan di Griya Padang Arum Sari Bebetin
Masuk bulan-bulan selanjutnya, dokter bilang bayinya sehat dan tidak ada masalah pada kepala bayi. Meskipun dibilang bayi sehat, namun saya masih tetep khawatir. Nah dengan sabar dan berdoa dan selalu mengikuti saran dokter, akhirnya tibalah bulan menjelang kelahiran, pada bulan desember 2021 istri saya sakit panas, saya jadi tambah khawatir. Nah selain periksa di dokter, kami juga rutin periksa ke bidan, nah saat sakit panas itu saya bawa ke bidan dan dikasi obat penurun panas dan antibiotik.
Setelah itu, istri saya sakit gigi, aduh bikin tambah khawatir, namun dengan berobat tradisional akhirnya sakit gigi hilang. Tahun 2021 pun berlalu, jelang kelahiran semakin dekat karena prediksi kelahirannya tanggal 14 januari 2022. Saya pun semakin degdegan, nah karena riwayat kehamilan yang begitu rumit maka dokter menyarankan untuk operasi, kami pun setuju. Setelah rembug dengan keluarga, akhirnya diputuskan memilih tanggal 12 Januari.
Dua hari sebelum hari H, rasa khawatir saya semakin besar, sebelum bayi ini lahir saya benar-benar galau dan risau. Nah tanggal 12 pun tiba, kami pun berangkat ke RS KDH Bross bersama adik ipar, mertua dan juga orang tua saya. Sebelum berangkat ke RS, kami berdoa dulu dan mengaturkan banten di Sanggah memohon untuk kelancaran kelahiran nanti.
Setelah sampai di rumah sakit sekitar pukul 07.40 Wita, kami langsung ke loby dan menyerahkan surat rujukan yanh di berikan oleh Dokter Dewa. Setelah itu segala persiapan untuk operasi dilakukan termasuk tes PCR, sebelum di tes, saya membuat surat pernyataan dulu. Setelah itu ada kabar kalau operasi diundur lagi dua jam karena dokter masih menangani pasien lain.
Saya pun harus menunggu lagi, namun tidak lebih dari sejam, dokter sudah datang dan istri saya sudah dimasukan ke ruang operasi. Setelah itu saya pun menunggu dengan rasa campur aduk. Setelah menunggu, akhirnya ada perawat yang keluar membawa bayi dan memanggil keluarga dari si bayi, saya pun bergegas menghampiri, katanya bayinya sehat dengan BB 3.5 kg dan panjang 50 cm. Setelah itu saya pun bergegas keluar untuk memberi tahu kakek neneknya yang menunggu diluar.
Saking bahagianya, saya tidak bisa membendung air mata saya karena merasa senang dan terharu, setelah lima tahun berjuang untuk punya anak, akhirnya di awal tahun 2022 ini kami di anugerahi putri yang cantik dan sehat.
Nah itulah cerita saya dan perjuangan panjang kami untuk bisa punya anak selama lima tahun, bagi kamu pejuang garis dua, tetap berusaha dan optimis untuk bisa punya momongan, tetap semangat. Semoga tuhan segera mengabulkan apa yang diharapkan selama ini. Kedepannya, harapan kami, semoga kami terus dimudahkan untuk punya anak yang kedua, tanpa ujian yang berat lagi.
Mungkin tulisan ini agak panjang, jika ada bagian yang belum paham silakan tanyakan pada kolom komentar, jika ada yang keliru dalam penulisan tolong di koreksi, terimakasih bagi yang sudah membaca tulisan ini, semoga bermanfaat.
mih saya kok ikut sedih baca ceritanya bli, dumogi rahayu state putrinya.. oh ya bli salam kenal nggih, saya juga blogger pemula dr tabanan..., yuk saling sharing bli kalau boleh bisa kontak tyg lewat wa atau email..bisa kontak lewat Blog tyg niki..🙏
BalasHapusMaaf baru balas, komen yang masuk tidak ada notifikasi, selain itu selama ini banyak komen spam (Casino) yang masuk dan komentar pun tidak ada modernisasi, jadi tidak tahu ada komen masuk. Nggih salam kenal dari Buleleng, suksma
Hapus