Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengabdian dua anak ini patut di Contoh

Pada tanggal 13 Desember 2015 lalu saya sempat melihat postingan pada facebook dengan nama Pura Dalem Puri Besakih pada postingan tersebut terlihat foto dua anak laki dan perempuan sedang membawa payung dan terdapat juga tong sampah dan tentunya dalam kondisi cuaca sedang hujan. Ternyata dua anak itu sedang ngayah Nyapuh di Pura Dalem Puri Besakih dan mereka sudah biasa melakukannya di sana. Pada postingan foto tersebut berisi caption seperti ini , Ketulusan terpancar dari Kepolosan bakti, pengayah sane kantun alit alit dengan penuh sukacita, canda tawa ngaturang ngayah ritatkala sabeh. Diastun polih nunas akidik, nenten pernah menuntut, walaupun hidup terus menuntut mereka. Hanya rasa syukur yang membuat mereka selalu penuh canda tawa. Dumogi sami rahayu" itulah tulisannya yang sedikit saya rubah tulisan-tulisan yang disingkat. Pada postingan tersebut ada beberapa komentar yang masuk, ada yang memuji tindakan kedua anak tersebut, ada pula yang menyangkal, hal itu tidak perlu terjadi jika para pemedek sudah rajin memungut sampahnya sendiri. seperti komentar di bawah ini.

Pengabdian dua anak ini patut di Contoh

Beberapa bulan lalu saya sempat nangkil ke Pura Dalem Puri dua kali berturut-turut dalam jangka waktu 2 minggu. Dan saya melihat anak2 remaja ngayah nyapuh di dalam area pura membersihkan sampah bekas sembahyang. Apakah mereka mendapat upah ? Bolehkah kita yg nangkil memberi upah secara langsung kepada mereka ?
Suksma.

Jawaban dari admin akun Pura Dalem Puri Besakih
Nggh, wenten beberapa sane kantun SD, SMP pulang sekolah mereka ngayah dan wenten juga yang putus sekolah, ini juga atas permintaan orangtua mereka agar dapat ngayah dan bekal sekolah, mereka polih nunas pica (upah) seadanya. Nggih boleh saja memberi, tapi jangan banyak-banyak biar konsep ngayah mereka nenten hilang.

Mayun Darmawan menulis
Saya pernah sembahyang di Pura di luar Bali dan orang-orang disana sebelum pulang memungut bekas kwangen dan bunga yang habis dipakai sembahyang untuk di buang di tong sampah, kenapa yang jauh dari rumah malah bersikap lebih mulia?

Jawaban dari admin akun  Pura Dalem Puri Besakih
Kalau mengatakan lebih mulia atau tidak kayaknya kurang bijak, sane di bali juga sampun banyak semeton yang mulai mempunyai kesadaran menjaga kebersihan Pura.
mungkin juga karena jauh dari rumah, ibarat menemukan permata yang indah ketika jauh dari kampung halaman yang setiap jengkal menemukan pura jadi memasuki pura seperti terus sudah pulang, kangen terobati dan lain-lain, bagi yang merantau pasti mungkin merasakan hal ini, dengan ini kesadaran muncul untuk menjaga hal yang sangat berarti buat kita. 

Untuk bisa lebih banyak melihat komentar, silakan buka saja postingannya disini.
Nah itulah dua komentar yang saya kutip dan saya edit sedikit untuk lebih mudah di baca dan dipahami, dalam foto itu sebenarnya admin dari Halaman facebook Pura Dalem Puri Besakih ingin menunjukkan sikap anak kecil yang dengan tulus ngayah di Pura dalam kondisi apapun dan dengan upah yang seadanya, namun mereka (anak-anak) masih tetap melakukannya karena yang dia cari bukanlah upah namun budaya ngayah yang harus tetap dipelihara dan dipupuk supaya semakin baik.

Namun pada kenyataannya setiap orang punya pandangan yang berbeda, ada orang yang memuji apa yang dilakukan oleh kedua anak tersebut karena ngayah tanpa pamrih, meskipun mendapat upah itupun sekedarnya saja dan kedua sikap dari kedua anak itu memang perlu di contoh oleh anak-nak lain. Namun dalam sisi lain ada juga orang yang memandang, kenapa harus ada anak kecil yang ngayah nyapuh di pura kalau orang yang sembahyang di Pura tersebut bisa menjaga kebersihan misalnya dengan memungut sisa-sisa sarana yang tidak habis dipakai sembahyang, misalnya bunga, kwangen atau sisa dupa dan tas plastik.

Selama ini memang ada banyak Umat yang setelah sembahyang tidak pernah mengambil sisa sarana sembahyangnya itu untuk di buang di tong sampah, padahal pihak Pura sudah menyediakan tempat sampah. Mereka lebih memilih membiarkan sisa sarana sembahyangnya tercecer di halaman Pura hingga jumlahnya menumpuk dan tentunya sampah itu tidak nyaman dilihat dan bisa mengganggu pemedek yang datang belakangan, bahkan untuk duduk saja susah dan harus menyingkirkan dulu sisa-sisa sampah tersebut. Namun saat ini sudah ada tukang sapuh siaga setiap saat untuk membersihkan sisa sarana sembahyang yang dibawa oleh pemedek. Seperti yang pernah saya lihat saat terakhir saya Nangkil ke Pura Besakih beberapa bulan yang lalu. Jika saja kita sebagai umat Hindu bisa menjaga kebersihan dan membiasakan diri untuk selalu memungut sampah sisa sembahyang itu dan membuangnya di tong sampah, mungkin tidak akan perlu banyak tenaga untuk membersihkan areal Pura yang begitu luas saat ada Karya di Pura tersebut. Mereka cukup bekerja membersihkan sampah yang ada karena alam dan sesuai jadwalnya.

Sampah berserakan di Pura Besakih

Mari mulai sekarang kita belajar hidup bersih apa lagi itu Pura yang merupakan tempat suci umat Hindu, rasanya aneh jika tempat suci seperti Pura harus terdapat banyak sampah yang berserakan. Apa kita akan merasa nyaman jika Pura tempat kita sembahyang harus penuh dengan sampah? Kalau bukan umat Hindu sendiri yang menjaga kebersihan Pura, lalu siapa yang kita suruh menjaga kebersihan Pura. 
Kriana
Kriana Saya hanya orang yang menyempatkan diri untuk menulis tentang apa saja ketika saya sempat menulis, untuk diri sendiri maupun informasi untuk orang lain

Posting Komentar untuk "Pengabdian dua anak ini patut di Contoh"